Talassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling
sering dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah
penyakit infeksi dan gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut
Paradigma Indonesia Sehat 2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber
daya manusia tentu saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan
thalassemia tentu saja akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang
berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh
karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.
Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit
USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai
anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia
satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal
resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya.
Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis
yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor
atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling
berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk
heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap
penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua
orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia.
Thalassemia adalah kelainan darah yang sifatnya menurun (genetik), di
mana penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin
(Hb). Hemoglobin sendiri adalah komponen sel darah merah yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis
protein, diantaranya protein alpha dan protein beta.
Penderita Thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein
tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak
terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia
(‘kekurangan darah’) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang
hidup penderitanya.
Thalassemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu
memproduksi protein alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalassemia
alpha. Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein beta, menderita
thalassemia beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan kasus thalassemia
beta. Secara klinis, thalassemia dibedakan atas thalassemia minor
(heterizgot) dan mayor (homozigot). Individu heterozigot dan karier
tidak menunjukan gejala (asimtomatik) , umumnya mengalami kelainan
haematologi minor. Individu homozigat atau coumpound heterozygos biasanya
bermanifestasi sebagai thalessemia mayor yang membutuhkan transfusi
darah secara rutin dan terapi kelebihan besi untuk mempertahankan
kualitas hidupnya. Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai thalassemia
minor.
Thalassemia Minor, yaitu kelainan yang diakibatkan kekurangan protein
beta. Namun, kekurangannya tidak terlalu signifikan sehingga fungsi
tubuh dapat tetap normal. Gejala terparahnya hanya berupa anemia ringan
sehingga dokter seringkali salah mendiagnosis. Penderita Thalassemia
Minor sering didiagnosis mengalami kekurangan zat besi. Individu yang
memiliki gejala seperti ini akan membawa kelainan genetiknya tersebut
untuk diturunkannya pada keturunannya kelak.
Thalassemia minor yaitu suatu keadaan heterozigot untuk kelainan ini.
Gejalanya biasanya berupa anemia ringan. Sekilas penyakit ini tidak
terlalu berbahaya karena hanya menunjukkan gejala ringan. Namun, jika
penderita thalassemia minor atau dapat disebut carrier gen tersebut
bertemu dan melakukan perkawinan dengan sesama pembawa gen thalassemia
minor maka akan dihasilkan keturunan yang homozigot resesif terhadap
sifat ini yang disebut thalassemia mayor dengan gejala yang parah bahkan
dapat menyebabkan kematian. Cara pengobatannya pun sangat sulit dan
sampai sekarang belum ditemukan. Untuk memperlama masa hidup penderita
harus melakukan cuci darah dalam selang waktu tertentu secara rutin.
Selain menyakitkan, cara ini juga memerlukan banyak biaya.
Kiranya bermanfaat untuk mengelompokkan berbagai thalassemia menurut
rantai polipeptida yang terutama tersangkut dalam sebab kekurangan
hemoglobin. Jadi pada thalassemia-a, kerusakan utamanya tampaknya
menyangkut sintesis rantai-a, sedangkan pada thalassemia-b yang terutama
terpengaruh adalah sintesis rantai-b.
Thalassemia-a
Sindroma Hb Barts hidrops fetalis: karena rantai-a
terdapat pada hemoglobin dewasa dan bayi, suatu mutasi yang menyebabkan
kerusakan parah pada sintesis rantai-a akan diharapkan terwujud pada
kehidupan bayi. Nyatanya keadaan semacam ini merupakan penyebab yang
relatif sering untuk kelahiran mati atau kematian perinatal di Asia
Tenggara. Bayi yang menderitanya mengalami oedem, suatu keadaan yang
disebut hidrops fetalis, dan terdapat pembengkakan hati dan limpa. Hb A
atau Hb F normal tidak diproduksi dan semua hemoglobin yang ada dalam
sel darah merah memiliki struktur abnormal. Hemoglobin ini terutama
terdiri atas suatu tetramer yang terbentuk dari rantai-g normal dan
strukturnya dapat ditulis sebagai g4. Hemoglobin ini biasa
disebut dengan Hb Bart’s. Jelas, sama sekali tak ada sintesis rantai-a,
tetapi sintesis rantai-g berlangsung normal dan tanpa adanya rantai-a
terbentuklah suatu tetramer rantai-g. Akibat patologis yang parah
disebabkan karena kekurangan hemoglobin yang berat dan juga karena
kelainan kurva disosiasi oksigen Hb Bart’s (g4) yang cenderung membuat oksigen kurang mudah tersedia untuk jaringan.
Sebelum muncul ide bahwa mungkin ada dua lokus terpisah yang memberi
sandi untuk rantai-a, keadaan ini diakibatkan oleh suatu mutan baik pada
lokus yang difikirkan memberi sandi untuk rantai-a maupun pada lokus
lain (mungkin sangat terkait) yang dalam beberapa cara mengendalikan
sintesisnya. Mutan ini disebut a-Thal1 . Mutan ini
jelas mencegah sintesis rantai-a secara menyeluruh, karena pada
homozigot tidak terdeteksi adanya rantai-a ini. Tetapi heterozigot untuk
mutan ini dan alel normalnya ternyata cukup sehat dan hanya menderita
anemia ringan. Mereka ini dapat dikatakan memilki ciri a-Thal1. Individu semacam ini ketika baru lahir menunjukkan Hb g4 dalam jumlah yang nyata, tetapi cenderung menghilang bersama Hb F (a2g2) selama beberapa bulan berikutnya.
Thalassemia-b
Thalassemia-b terdapat relatif umum pada populasi tertentu di negara
Mediteran (misalnya di Italia Selatan dan Yunani) dan juga tidak jarang
di antara orang-orang yang tinggal di India dan Timur jauh. Pada
beberapa populasi di daerah tadi, insidensi heterozigot mungkin setinggi
5-15% dan kesakitan serta kematian homozigot merupakan masalah
kesehatan masyarakat utama.
Mungkin saja bahwa sejumlah gena mutan yang berlainan dapat
menyebakan abnormalitas semacam ini dan meskipun mereka masing-masing
mengakibatkan penekanan sintesis rantai-b. Derajat terjadinya penekanan
ini tampaknya sangat beranekaragam dari satu mutan ke mutan lainnya.
Pada beberapa kasus sintesis rantai-b, tetapi dengan laju yang sangat
kurang dan ini disebut thalassemia-b+.
Heterozigot
Heterozigot sering kali menunjukkan anemia ringan (thalassemia
minor), namun sangat beranekaragam dalam derajatnya dan memang secara
klinis sering kali tidak jelas. Biasanya terdapat abnormalitas khas
morfologi sel darah merah (mikrositosis, anisosittosis, dan sel
sasaran). Kebanyakan hemoglobin yang ada adalah hemoglobin A, tetapi
secar khas proporsi hemoglobin A2 (a2d2)
meningkat, dengan nilai kira-kira 4-7% dari total hemoglobin, tidak
sebagaimana angka normal kira-kira 2-3%. Jadi sintesis rantai-d
tampaknya agak meningkat (0,5-4% dari hemoglobin total), dan hemoglobin
ini tersebar tidak merata di antara sel darah merah yang berlainan
sebagaimana pada homozigot.
Heterozigot untuk gena thalassemia-b mungkin juga heterozigot untuk
salah satu gena yang menentukan hemoglobin varian dengan rantai-b
abnormal seperti Hb S, Hb C atau Hb E. Anemia yang terjadi disebut
thalassemia-penyakit sel sabit, thalassemia-penyakit –Hb C dan
seterusnya. Pada keadaan ini hemoglobin varian merupakan merupakan
hemoglobin yang paling banyak dan meliputi 70% attau lebih dari
hemoglobin total yang ada. Tampak bahwa pada kasus semacam ini sintesis
rantai-b varian (yaitu bS, bC atau bE)
tidak tertekan, sehingga proporsi Hb A yang dijumpai memberi beberapa
petunjuk mengenai tingkat penekanan sintesis rantai-b normal yang
disebabkan tthalassemia-b yang bersangkutan yang ada. Pada beberapa
kasus, rantai-b normal tidak ada.
Telah dipelajari sejumlah keluarga yang salah satu orang tuanya
heterozigot untuk gena thalassemia-b dan juga untuk suatu gena yang
menentukan salah satu varian struktural rantai-b (yaitu individu dengan
thalassemia-penyakitt sel sabit, thalassemia-penyakit-Hb C dan
seterusnya). Didapatkan bahwa boleh dikatakan pada semua keluarga,
anak-anaknya menerima gena thalassemia-b atau gena untuk varian-b darii
orang tuanya yang heterozigot ganda, tetapi tidak menerima keduanya atau
sama sekali tidak menerimanya. Dalam istilah formalnya hal ini
menunjukkan bahwa gena tersebut terdapat pada lokus yang sama (yaitu
alelik) atau bila memang terdapat pada lokus yang terpisah, maka
pastilah relatif sangat terkait, bila tidak berdekatan satu sama lain
pada kromosom yang sama. Selanjutnya bila gena thalassemia-b memang
terdapat pada suatu lokus yang terpisah dari lokus struktural rantai-b
tetapi sangat terkait padanya, maka penemuan pada heterozigot ganda
seperti pada thalassemia-b-penyakit sel sabit atau
thalassemia-b-penyakit Hb C menunjukkan bahwa gena thalassemia hanya
dapat menekan aktivitas lokus struktural-b pada kromosomnya sendiri.
Memang demikian karena pada keadaan ini laju sintesis varian rantai-b
(misalnya Hb S atau Hb C) tampaknya tidak terpengaruh.
Pencegahan
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan
genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita
thalassemia. Gejala Thalassemia beta sangat bervariasi, tergantung
keparahan/kerusakan gen yang terjadi, mulai dari tanpa gejala (seakan
normal) hingga yang butuh transfusi darah seumur hidup. Pada thalassemia
minor, kerusakan gen yang terjadi umumnya ringan. Penderitanya hanya
menjadi pembawa gen Thalassemia, dan umumnya tidak mengalami masalah
kesehatan, kecuali gejala anemia ringan yang ditandai dengan lesu,
kurang nafsu makan, sering terkena infeksi dan sebagainya. Kondisi ini
sering disalahartikan sebagai anemia karena defisiensi zat besi. Karena
penampilan sebagian besar individu pembawa sifat thalassemia
(thalassemia trait) tidak dapat dibedakan dengan individu normal, maka
statusnya hanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium.
Anak-anak dengan gejala thalassemia perlu melakukan skrining. Mengingat
insiden thalassemia trait cukup tinggi (6-10%), sebaiknya semua orang
Indonesia dalam usia subur melakukan skrining Thalassemia. Demikian juga
ibu hamil, perlu melakukan skrining thalassemia dan bila ada indikasi
dilanjutkan dengan diagnosis prenatal. Dengan demikian diharapkan
prevalensi penyakit thalassemia di Indonesia dapat berkurang.
Selain untuk skrining, pemeriksaan laboratorium juga digunakan untuk
diagnosis, pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi
yang lebih akurat. Pemeriksaan laboratorium untuk skrining dan diagnosis
Thalassemia meliputi :
– Hematologi Rutin : untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah,
– Gambaran Darah Tepi : untuk melihat bentuk, warna dan kematangan sel-sel darah,
– Feritin, SI dan TIBC : untuk melihat status besi,
– Analisis Hemoglobin : untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalassemia,
-Analisis DNA : untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.
Minggu, 12 Juni 2016
THALASEMIA MINNOR
Diposting oleh Unknown di 23.35Jumat, 11 Maret 2016
Bahan dan Larutan
Diposting oleh Unknown di 19.21
BAHAN
DAN LARUTAN
1). Bahan Kimia
Berbahaya
a) Bahan
Mudah Terbakar
Bahan bahan yang mudah terbakar
antara lain pelarut organik seperti alkohol, eter, khloroform, benzen,
petroleum dsb. Bahan yang mudah terbakar sebagian besar berbentuk cairan.
Cairan yang mudah terbakar tidak boleh dituang dekat api dan tidak boleh
dipanaskan diatas api, kecuali untuk tujuan test spesifik. Botol-botol yang
berisi cairan yang mudah terbakar harus ditempatkan dalam wadah yang
kapasitasnya lebih besar dari botol tersebut sehingga jika botol pecah isinya
tertampung dengan aman.
Memanaskan cairan yang mudah terbakar harus memakai peralatan
listrik, seperti hot plates, water baths, heating mantles, dan lain-lain yang
telah dijamin tahan api. Jangan tempatkan botol yang berisi cairan mudah
terbakar dan mudah menguap (seperti gasoline) pada sinar matahari langsung.
Bahaya kebakaran dapat berakibat
lebih hebat, contohnya dietil- dan isopropil- eter bila terkena udara dan sinar
matahari dapat membentuk peroksida yang tidak stabil sehingga dapat meledak
pada keadaan kering. Eter harus disimpan dalam botol berwarna coklat dan terhindar
dari pengaruh cahaya.
Contoh :
·
Karbon disulfide (Cs2) merupakan cairan yang
mudah terbakar. Hasil pembakaran tersebut adalah belerang dioksida yang
beracun.
·
Cairan lain yang gasnya sangat mudah terbakar adalah :
metanol (CH4O), etanol (C2H6O), petroleum
(ligroin, kerosen, paraffin), aseton (C3H6O), toluen,
xilen, pelarut nafta, ‘white spirit’ dan ester-ester yang dipanaskan.
·
Hidrogen peroksida juga merupakan cairan yang secara spontan
terdekomposisi menghasilkan oksigen yang mudah terbakar. Ini terjadi, bila
konsentrasi H2O2 diatas 65% w/w dan kontak dengan bahan organik seperti kayu,
kotoran, kain dan lain-lain. Ketika menggunakan larutan hydrogen peroksida
dengan konsentrasi > 30% w/w harus memakai sarung tangan PVC dan kacamata
pelindung. Air bersih harus tersedia untuk mengencerkan peroksida apabila
terjadi masalah.
·
Lithium, Natrium dan Kalium adalah logam yang berbahaya
karena memiliki sifat reaksi eksothermis dengan resiko mudah terbakar. Jika
menggunakan bahan ini, semua bahan yang mudah terbakar haruslah dijauhkan dari
sumber api. Adanya gumpalan yang terbentuk dalam larutan, haruslah dipecahkan
dengan hati-hati. Eksperimen yang menggunakan bahan tersebut harus dilakukan
didalam ruang asam (fume cupboard). Sebaiknya disediakan pemadam kebakaran yang
berbentuk bubuk kering (dry powder).
·
Lithium dapat menyala secara spontan bila dalam keadaan
kering, oleh karena itu harus dijaga dengan cara menyimpannya dalam paraffin,
light petroleum (titik didih 60-80oC) atau minyak nabati.
·
Tertiary butyl lithium mudah terbakar secara spontan dan
harus ditangani dengan menggunakan nitrogen. Reaksinya eksothermis dan berisiko
tinggi untuk terbakar, oleh karena itu singkirkan semua larutan yang mudah
terbakar kecuali yang hendak digunakan dan siapkan pemadam kebakaran berupa
bubuk kering (dry powder). Pereaksi 2-methyl-2-propanol yang digunakan pada
senyawa organolitium, harus tetap berada dalam bentuk cairan, jangan sampai
menjadi padat.
b) Bahan
Pengoksidasi
Bahan-bahan pengoksidasi dapat
menimbulkan reaksi eksotermis yang sangat tinggi jika kontak langsung dengan
bahan lain,khususnya dengan bahan yang mudah terbakar.Ada dua kelompok
pengoksidasi yaitu anorganik dan organic.Bahan pengoksidasi anorganik hanya
menimbulkan bahaya api atau juga kebakaran.Akan tetapi karena kemampuannya
bergabung dengan oksigen dan juga tidak tahan panas, maka bahan-bahan tersebut
bahayanya semakin tinggi pada suhu tinggi.Reaksi dahsyat dapat terjadi jika
bahan dicampurkan atau terkontaminasi oleh bahan yang mudah terbakar, seperti ;
kayu, kertas, serbuk logam dan belerang,Dalam kondisi biasa campuran ini harus
disimpan pada lemari atau rak-rak yang tidak mudah terbakar, seperti besi,
tembok.Simpan dalam jumlah minuman dan simpan pula pada wadah aslinya jangan
sampai terkontaminasi.
Bahan organik pengoksidasi sering
menimbulkan ledakan dahsyat, terutama peroksida.Untuk laboratorium SMU/SLTP
sebaiknya tidak usah disediakan bahan seperti, Chlorat, Pechlorat, Bromat,
Peroksida, Asam Nitrat, Kalium Nitrat, Kalium Permanganat, Bromin, Khlorin,
Flourin, dan Iodin yang mudah bereaksi dengan Oksigen yang dalam kondisi
tertentu sehingga dapat dikelompokan menjadi bahan pengoksidasi
c) Bahan
Mudah Meledak
Banyakreaksi eksoterm antara gas-gas dan
serbu zat-zat padat yang dapat meledak dengan dahsyat.Kecepatan reaksi zat-zat
itu sangat tergantung pada komposisi dan bentuk dari campurannya.Kombinasi
zat-zat yang sering meledak dilaboratorium pada waktu melaksanakan percobaan,
misalnya :
No
|
Zat……….meledak
jika Bercampur dengan zat
|
|
1
|
Natrium
(Na), kalium (K)
|
Air
|
2
|
Amonium
nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn)
|
air
|
3
|
Kalium
nitrat (KNO3)
|
Natrium
asetat (CH3COONa)
|
4
|
Nitrat
|
ester
|
5
|
Peroksida
|
Magnesium
(Mg),seng (Zn) atau alumunium (Al)
|
6
|
Kalium
|
asamsulfat
|
d) Bahan
Radioaktif
Zat ini merupakan atom tidak stabil
yang berasal dari alam maupun hasil aktivasi di dalam reaktor. Zat radioaktif
akan mengalami transformasi spontan menjadi atom yang lebih stabil.Proses ini
selalu disertai dengan pemancaran radiasi dan disebut peluruhan radioaktif
(radioactive decay).Radiasi dipancarkan dapat berbentuk partikel bermuatan
(partikel alfa, beta) atau gelombang elektromagnetik (sinar gama).
Semua radioaktivitas yang berlaku
saat ini adalah Becquerel (Bq) yang didefinisikan sebagai inti per detik. Satu
Curie (Ci) = 3,7 x 1010 disintegrasi /detik (Bq).Untuk system
biologi seperti tubuh manusia, dosis radiasi yang diserap dinyatakan dengan
dosis ekuivalen (satuannya Sievert = Sv).Besarnya dosis ekuivalen yang diterima
oleh seorang laboran yang berdiri dekat sumber radiasi, bergantung pada
radioaktivitas sumber, jarak dari sumber , dan lamanya berdiri dekat sumber.
Efek radiasi pada manusia dapat
menimbulkan gangguan kesehatan yang bersifat akut maupun kronik.Paparan radiasi
yang relative tinggi juga dapat menimbulkan kanker dan jika radiasi merusak sel
benih dapat menyebabkan cacat bawaan.Dampak radiasi tergantung kepada lamanya
waktu radiasi dan intensitas dosis yang digunakan. Radiasi dapat merusak sel
hidup, dalam dosis tinggi juga bias menimbulkan kebakaran dan kematian, serta
dampak radiasi bersifat permanen.Oleh karena berbahaya radiasi dapat terjadi
sekalipun persediaan bahan radioaktif tersedia sedikit di laboratorium, maka
perlu dipertimbangkan akan bahaya yang ditimbulkannya serta cara untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya tersebut.
Contoh bahan radioaktif adalah :
-
Uranium (U)
-
Radium (Ra)
-
Karbon Kobalt
-
Polonium
-
Fosforus
e) Bahan
Korosif
Bahan kimia
korosif merupakan bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan tubuh. Zat korosif dapat bereaksi dengan jaringan
seperti kulit, mata, saluran pernapasan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh zat
korosif misalnya luka, peradangan, iritasi , dan sinsitasi ( jaringan amat peka
terhadap bahan kimia). Beberapa bahan kimia korosif dapat menguap dan beberapa
lainnya bereaksi hebat dengan uap air.
Penyimpanan Bahan Kimia Korosif
Penyimpanan Bahan Kimia Korosif
Harus disimpan
diruangan yang sejuk dan ada peredaran hawa yang cukup untuk mencegah
terjadinya pengumpulan uap. Kemasan dari bahan ini harus tertutup(mencegah
penguapan) dan terpasang label ( agar dapat diketahui bahwa itu korosif,
sehingga orang menjadi hati - hati). Semua logam yang berada didekatnya harus
dicat ( mencegah kerusakan pada logam karena sifatnya yang korosif ) , tempat
harus terpisah dengan yang lain (dinding dan lantai tahan korosi) , bangunan
memilki saluran pembuangan untuk tumpahan, memiliki ventilasi ruangan yang
baik, memiliki saluaran air untuk pertolongan pertama yang terkena bahan ini.
Contoh Bahan Korosif:
- Asam Asetat (C2H4O2)
- Asam Klorida (Hcl)
- Asam Nitrat (HNO3)
- Asam Sulfat (H2SO4)
- Asam Sitrat (C6H8O7)
- Fenol (C6H6O)
- Kalium Hidroksida (Ca(OH)2)
- Natrium Hidroksida (NaOH)
- Amonium Hidroksida (NH4OH)
Contoh Bahan Korosif:
- Asam Asetat (C2H4O2)
- Asam Klorida (Hcl)
- Asam Nitrat (HNO3)
- Asam Sulfat (H2SO4)
- Asam Sitrat (C6H8O7)
- Fenol (C6H6O)
- Kalium Hidroksida (Ca(OH)2)
- Natrium Hidroksida (NaOH)
- Amonium Hidroksida (NH4OH)
f) Bahan
Beracun
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ‘toxic’
dapat menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada
konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut
(ingestion), atau kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan beracun jika memenuhi kriteria
berikut:
LD50 oral (tikus)
25 – 200 mg/kg berat badan
LD50 dermal (tikus atau kelinci) 50 – 400 mg/kg berat badan
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu 0,25 – 1 mg/L
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap 0,50 – 2 mg/L
Frase-R untuk bahan beracun yaitu R23, R24 dan R25
- Bahaya : toksik; berbahaya bagi kesehatan bila terhisap, terteln atau kontak dengan kulit, dan dapat mematikan.
- Contoh : arsen triklorida (AsCl3), merkuri klorida (HgCl2)
- Kemananan : hindari kontak atau masuk dalam tubuh, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
2). Macam-Macam Larutan
1.
Larutan
Indikator
v Fenolftalein :
Larutkan 1 gram zat padat dalam ¼
liter alcohol (etanol), kemudian jadikan larutan menjai 500 ml dengan
menambahkan air. Perubahan warna, tidak berwarna enjadi merah ungu , trayek pH
8,4 – 10,0
v Jingga metil :
Larutkan 1 gram zat padat dalam
500 ml alcohol 95%. Tambahkan larutan menjadi 1 liter dengan menambahkan
air.Perubahan warna : merah menjadi kuning, trayek pH 2,0-4,6
v Lakmus :
Panaskan 10 gram lakmus dengan
500 ml air selama kurang lebih ½ jam.Biarkan larutan selama 2 jam kemudian
saring.Jika perlu warna larutan dibuat ungu dengan menambahkan beberapa tetes
asam nitrat encer.Larutan lakmus harus disimpan dalam botol dengan tutup
longgar supaya udara dapat masuk.Tanpa udara larutan mudah rusak.
v Metil merah :
Larutkan 1 gram zat padat dalam
500 ml alcohol 95%. Jadikanlah larutan menjadi 1 liter dengan menambahkan air.
Perubahan warna : merah menjadi kuning, trayek pH 4,4 – 6,0
2.
Larutan
Fixatif
v Allen’s Fluid
Air 75 ml
Formalin 40% 15ml
Acetic acid glacial 10 ml
Asam picric 1 gr
Asam cromic 1 gr
Urea 1 gr
v Bouin’s fixatif
Acetic acid 5 ml
Asam picric 75 ml
Formalin 25 ml
v Carony’s fliuid
Alkohol absolut 3 bagian
Chloroform 1bagian
Acetic acid glacial 1 bagian
v FAA (formaldehyd, alcohol dan asam
asetat)
Ethyl alkohol 95% 50 ml
Acetic acid glacial 10 ml
Formalin 40% 10 ml
Air 40 ml
v Gates’s fluid
Asam cromic 0,7 gr
Acetic acid glacial 0,5 ml
Air 100 gr
v Zenker’s fixatif
Potasium dikromat 2,5
gr
Air 100 ml
Chlorida mercuri 5 gr
Acetic acid glacial 5 gr
Sodium sulfat 1 gr
v Lavdowsky’s fixatif
Potassium dikromat 5 gr
Air 100 ml
Chlorida mercuri 9,5 gr
Acetic aci glacial 2 gr
v Zenker’s fixatif
Air 75 ml
Formalin 40% 5 ml
Acetic acid glacial 3 gr
3.
Larutan
Pewarna
v Anilin asetat biru :
Satu gram anilin biru dalam 98 ml
etanol 50% dengan 1 ml asam asetat glasial
v Anilin biru :
Satu gram dalam 100 ml etanol 85%
(untuk selulosa), 1 gr anilin dalam 20 ml air (untuk pewarna alga dan fungi)
v Anilin sulfat :
Buatlah larutan pekat dalam air
dari anilin sulfat, kemudian tambahkan beberapa tetes asam sulfat
pekat.Kemudian tambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat.Larutan ini merupakan
pewarna khusus bagi lignin.
v Asetocarmin :
Larutkan 1 gr asetocarmin dalam
45 ml asam asetat glacial dengan memanaskan, encerkan dengan air hingga
volumenya 100 ml.
v Anilin asetat biru :
Larutkan gr eosin dalam 100 ml air. Tambahkan
triklorometan sebagai pengawet.Jika eosin yang digunakan tidak larut dalam air,
gunakanlah etanol 70% dengan volume yang sama.
v Floroglusinol :
Larutkan 5 gram floroglusinol
dalam 100 ml etanol 70%
v Hematoksilin Erlich :
Larutkan hematoksilin dalam 20 ml
etanol dan tambahkan 20 ml air, 200 ml asam asetat glasial dan kalium alum berlebihan.
Masukan dalam botol besar, tutuplah dengan kapas yang longgar. Letkan botol
pada tempat yang panas dan kena sinar matahari untuk menjadi masak beberapa
minggu lamanya.
v Metil biru :
Larutkan 1 gr metil biru dalam
100 ml air
v Metilen biru :
Larutkan 1 gr metil biru dalam
100 ml air dengan 0,5 gr NaCl
v Sudan III :
Larutan pekat dalam campuran
50/50 etanol 70% dan propanon (aseton)
v Giemsa :
Zat warna giemsa 1 gram
dilarutkan dalam 54 ml larutan gliserin dan aduklah, dipanaskan sampai 600C.
Didiamkan selama 2 jam sambil dikocok sewaktu-waktu.Sesudah dingin, ditambahkan
84 ml metil alkohol, lalu disaring.
v Crystal violet :
Tambahkan 1 gram pewarna ini
dalam 100 ml ethyl alkohol 95%. Biarkan kurang lebih2 hari dan saring.
v Safranin :
Tambahkan 3,41 gr pewarna dalam
100 ml ethyl alkohol 95%. Biarkan kurang lebih 2 hari dan saring.
v Basic fuchsin :
Campurkan borax 4 gr dalam100 ml
air suling, tambahkan carmine 3 gr, dan didihkan kurang lebih 30 menit, sesudah
larutan dingin cairkan dengan 100 ml alkohol 70% , biarkan beberapa hari dan
saring.
v Carbol fuchsin :
Basic fuchsin 1gr, ditambah
dengan alkohol 10 ml, campurkan dengan phenol 5 gr dan air suling 100 ml.
v Conklin’s hematoxilin :
Haris hematoxilin 1 bagian dengan
air 4 bagian, tambahkan 1 tetes Kleinenberg picrosulfuric untuk tiap ml
larutan.
v Delafield’s hematoxilin
Larutan 4 gr hematoxilin dalam 2
ml alkohol absolut, tambahkan 400 ml ammonium alum, jatuhkan dari tempat terang
untuk beberapa hari, sumbat dengan kapas dan saring.Kemudian tambahkan metyl
alkohol 100 ml , lalu gliserin 100 ml.Biarkan dengan suhu kamar selama 2 bulan,
simpan dengan baik dan disumbat.
v Harris hematoxilin :
Hematoxilin 1 gr dengan alkohol
10 ml dicampur.Siapkan ; potassium alum 20 gr dan air suling 200 ml dipanaskan.
Kemudian campurkan dan masukan dalam botol, tambahkan 0,5 gr mercuri oxida,
simpan ditempat yang aman.
v Wright :
Bubuk pulasan wright 0,9 gr
dengan metil alkohol 500 ml dicampurkan.Langkahnya dengan bubuk wright
diletakan dalam mortil, sambil mengaduk ditambahkan metil alkohol sedikit demi
sedikit sampai zat warna larut.Metil alkohol ditambahkan sampai seluruhnya 500
ml terpakai.Larutan pulasan wright dimasukan dalam kedalam botol dan ditutup
rapat-rapat.Tiap hari botolnya dikocok selama paling sedikit 5 hari.Untuk pemulasan
dipakai larutan yang bekas endapan, bila kotor harus disaring terlebih dahulu
untuk menghilangkan endapan.
Subscribe to:
Postingan (Atom)