Blogger Widgets Cursor 7 Ceritaku #melayang {position:fixed;_position:absolute;bottom:30px; left:0px;clip:inherit;_top:expression(document.documentElement.scrollTop+document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); } Sumber Asli : http://acibudaya.blogspot.com/2013/11/cara-memasang-animasi-doraemon-di-blog.html#ixzz3M2M5CZYl Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

Minggu, 12 Juni 2016

THALASEMIA MINNOR

Talassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling sering dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit infeksi dan gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut Paradigma Indonesia Sehat 2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia tentu saja merupakan faktor yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia.
Thalassemia adalah kelainan darah yang sifatnya menurun (genetik), di mana penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb). Hemoglobin sendiri adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya protein alpha dan protein beta.
Penderita Thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia (‘kekurangan darah’) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup penderitanya.
Thalassemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu memproduksi protein alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalassemia alpha. Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein beta, menderita thalassemia beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan kasus thalassemia beta. Secara klinis, thalassemia dibedakan atas thalassemia minor (heterizgot) dan mayor (homozigot). Individu heterozigot dan karier tidak menunjukan gejala (asimtomatik) , umumnya mengalami kelainan haematologi minor. Individu homozigat atau coumpound heterozygos biasanya bermanifestasi sebagai thalessemia mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin dan terapi kelebihan besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Berikut akan dibahas lebih jauh mengenai thalassemia minor.
Thalassemia Minor, yaitu kelainan yang diakibatkan kekurangan protein beta. Namun, kekurangannya tidak terlalu signifikan sehingga fungsi tubuh dapat tetap normal. Gejala terparahnya hanya berupa anemia ringan sehingga dokter seringkali salah mendiagnosis. Penderita Thalassemia Minor sering didiagnosis mengalami kekurangan zat besi. Individu yang memiliki gejala seperti ini akan membawa kelainan genetiknya tersebut untuk diturunkannya pada keturunannya kelak.
Thalassemia minor yaitu suatu keadaan heterozigot untuk kelainan ini. Gejalanya biasanya berupa anemia ringan. Sekilas penyakit ini tidak terlalu berbahaya karena hanya menunjukkan gejala ringan. Namun, jika penderita thalassemia minor atau dapat disebut carrier gen tersebut bertemu dan melakukan perkawinan dengan sesama pembawa gen thalassemia minor maka akan dihasilkan keturunan yang homozigot resesif terhadap sifat ini yang disebut thalassemia mayor dengan gejala yang parah bahkan dapat menyebabkan kematian. Cara pengobatannya pun sangat sulit dan sampai sekarang belum ditemukan. Untuk memperlama masa hidup penderita harus melakukan cuci darah dalam selang waktu tertentu secara rutin. Selain menyakitkan, cara ini juga memerlukan banyak biaya.
Kiranya bermanfaat untuk mengelompokkan berbagai thalassemia menurut rantai polipeptida yang terutama tersangkut dalam sebab kekurangan hemoglobin. Jadi pada thalassemia-a, kerusakan utamanya tampaknya menyangkut sintesis rantai-a, sedangkan pada thalassemia-b yang terutama terpengaruh adalah sintesis rantai-b.
Thalassemia-a
Sindroma Hb Barts hidrops fetalis: karena rantai-a terdapat pada hemoglobin dewasa dan bayi, suatu mutasi yang menyebabkan kerusakan parah pada sintesis rantai-a akan diharapkan terwujud pada kehidupan bayi. Nyatanya keadaan semacam ini merupakan penyebab yang relatif sering untuk kelahiran mati atau kematian perinatal di Asia Tenggara. Bayi yang menderitanya mengalami oedem, suatu keadaan yang disebut hidrops fetalis, dan terdapat pembengkakan hati dan limpa. Hb A atau Hb F normal tidak diproduksi dan semua hemoglobin yang ada dalam sel darah merah memiliki struktur abnormal. Hemoglobin ini terutama terdiri atas suatu tetramer yang terbentuk dari rantai-g normal dan strukturnya dapat ditulis sebagai g4. Hemoglobin ini biasa disebut dengan Hb Bart’s. Jelas, sama sekali tak ada sintesis rantai-a, tetapi sintesis rantai-g berlangsung normal dan tanpa adanya rantai-a terbentuklah suatu tetramer rantai-g. Akibat patologis yang parah disebabkan karena kekurangan hemoglobin yang berat dan juga karena kelainan kurva disosiasi oksigen Hb Bart’s (g4) yang cenderung membuat oksigen kurang mudah tersedia untuk jaringan.
Sebelum muncul ide bahwa mungkin ada dua lokus terpisah yang memberi sandi untuk rantai-a, keadaan ini diakibatkan oleh suatu mutan baik pada lokus yang difikirkan memberi sandi untuk rantai-a maupun pada lokus lain (mungkin sangat terkait) yang dalam beberapa cara mengendalikan sintesisnya. Mutan ini disebut a-Thal1 . Mutan ini jelas mencegah sintesis rantai-a secara menyeluruh, karena pada homozigot tidak terdeteksi adanya rantai-a ini. Tetapi heterozigot untuk mutan ini dan alel normalnya ternyata cukup sehat dan hanya menderita anemia ringan. Mereka ini dapat dikatakan memilki ciri a-Thal1. Individu semacam ini ketika baru lahir menunjukkan Hb g4 dalam jumlah yang nyata, tetapi cenderung menghilang bersama Hb F (a2g2) selama beberapa bulan berikutnya.
Thalassemia-b
Thalassemia-b terdapat relatif umum pada populasi tertentu di negara Mediteran (misalnya di Italia Selatan dan Yunani) dan juga tidak jarang di antara orang-orang yang tinggal di India dan Timur jauh. Pada beberapa populasi di daerah tadi, insidensi heterozigot mungkin setinggi 5-15% dan kesakitan serta kematian homozigot merupakan masalah kesehatan masyarakat utama.
Mungkin saja bahwa sejumlah gena mutan yang berlainan dapat menyebakan abnormalitas semacam ini dan meskipun mereka masing-masing mengakibatkan penekanan sintesis rantai-b. Derajat terjadinya penekanan ini tampaknya sangat beranekaragam dari satu mutan ke mutan lainnya. Pada beberapa kasus sintesis rantai-b, tetapi dengan laju yang sangat kurang dan ini disebut thalassemia-b+.
Heterozigot
Heterozigot sering kali menunjukkan anemia ringan (thalassemia minor), namun sangat beranekaragam dalam derajatnya dan memang secara klinis sering kali tidak jelas. Biasanya terdapat abnormalitas khas morfologi sel darah merah (mikrositosis, anisosittosis, dan sel sasaran). Kebanyakan hemoglobin yang ada adalah hemoglobin A, tetapi secar khas proporsi hemoglobin A2 (a2d2) meningkat, dengan nilai kira-kira 4-7% dari total hemoglobin, tidak sebagaimana angka normal kira-kira 2-3%. Jadi sintesis rantai-d tampaknya agak meningkat (0,5-4% dari hemoglobin total), dan hemoglobin ini tersebar tidak merata di antara sel darah merah yang berlainan sebagaimana pada homozigot.
Heterozigot untuk gena thalassemia-b mungkin juga heterozigot untuk salah satu gena yang menentukan hemoglobin varian dengan rantai-b abnormal seperti Hb S, Hb C atau Hb E. Anemia yang terjadi disebut thalassemia-penyakit sel sabit, thalassemia-penyakit –Hb C dan seterusnya. Pada keadaan ini hemoglobin varian merupakan merupakan hemoglobin yang paling banyak dan meliputi 70% attau lebih dari hemoglobin total yang ada. Tampak bahwa pada kasus semacam ini sintesis rantai-b varian (yaitu bS, bC atau bE) tidak tertekan, sehingga proporsi Hb A yang dijumpai memberi beberapa petunjuk mengenai tingkat penekanan sintesis rantai-b normal yang disebabkan tthalassemia-b yang bersangkutan yang ada. Pada beberapa kasus, rantai-b normal tidak ada.
Telah dipelajari sejumlah keluarga yang salah satu orang tuanya heterozigot untuk gena thalassemia-b dan juga untuk suatu gena yang menentukan salah satu varian struktural rantai-b (yaitu individu dengan thalassemia-penyakitt sel sabit, thalassemia-penyakit-Hb C dan seterusnya). Didapatkan bahwa boleh dikatakan pada semua keluarga, anak-anaknya menerima gena thalassemia-b atau gena untuk varian-b darii orang tuanya yang heterozigot ganda, tetapi tidak menerima keduanya atau sama sekali tidak menerimanya. Dalam istilah formalnya hal ini menunjukkan bahwa gena tersebut terdapat pada lokus yang sama (yaitu alelik) atau bila memang terdapat pada lokus yang terpisah, maka pastilah relatif sangat terkait, bila tidak berdekatan satu sama lain pada kromosom yang sama. Selanjutnya bila gena thalassemia-b memang terdapat pada suatu lokus yang terpisah dari lokus struktural rantai-b tetapi sangat terkait padanya, maka penemuan pada heterozigot ganda seperti pada thalassemia-b-penyakit sel sabit atau thalassemia-b-penyakit Hb C menunjukkan bahwa gena thalassemia hanya dapat menekan aktivitas lokus struktural-b pada kromosomnya sendiri. Memang demikian karena pada keadaan ini laju sintesis varian rantai-b (misalnya Hb S atau Hb C) tampaknya tidak terpengaruh.
Pencegahan
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia. Gejala Thalassemia beta sangat bervariasi, tergantung keparahan/kerusakan gen yang terjadi, mulai dari tanpa gejala (seakan normal) hingga yang butuh transfusi darah seumur hidup. Pada thalassemia minor, kerusakan gen yang terjadi umumnya ringan. Penderitanya hanya menjadi pembawa gen Thalassemia, dan umumnya tidak mengalami masalah kesehatan, kecuali gejala anemia ringan yang ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi dan sebagainya. Kondisi ini sering disalahartikan sebagai anemia karena defisiensi zat besi.  Karena penampilan sebagian besar individu pembawa sifat thalassemia (thalassemia trait) tidak dapat dibedakan dengan individu normal, maka statusnya hanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. Anak-anak dengan gejala thalassemia perlu melakukan skrining. Mengingat insiden thalassemia trait cukup tinggi (6-10%), sebaiknya semua orang Indonesia dalam usia subur melakukan skrining Thalassemia. Demikian juga ibu hamil, perlu melakukan skrining thalassemia dan bila ada indikasi dilanjutkan dengan diagnosis prenatal. Dengan demikian diharapkan prevalensi penyakit thalassemia di Indonesia dapat berkurang.
Selain untuk skrining, pemeriksaan laboratorium juga digunakan untuk diagnosis, pemantauan perjalanan penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan laboratorium untuk skrining dan diagnosis Thalassemia meliputi :
– Hematologi Rutin : untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah,
– Gambaran Darah Tepi : untuk melihat bentuk, warna dan kematangan sel-sel darah,
– Feritin, SI dan TIBC : untuk melihat status besi,
– Analisis Hemoglobin : untuk diagnosis dan menentukan jenis Thalassemia,
-Analisis DNA : untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

Jumat, 11 Maret 2016

Bahan dan Larutan



BAHAN DAN LARUTAN
1). Bahan Kimia Berbahaya
a)      Bahan Mudah Terbakar
Bahan bahan yang mudah terbakar antara lain pelarut organik seperti alkohol, eter, khloroform, benzen, petroleum dsb. Bahan yang mudah terbakar sebagian besar berbentuk cairan. Cairan yang mudah terbakar tidak boleh dituang dekat api dan tidak boleh dipanaskan diatas api, kecuali untuk tujuan test spesifik. Botol-botol yang berisi cairan yang mudah terbakar harus ditempatkan dalam wadah yang kapasitasnya lebih besar dari botol tersebut sehingga jika botol pecah isinya tertampung dengan aman.
Memanaskan cairan yang mudah terbakar harus memakai peralatan listrik, seperti hot plates, water baths, heating mantles, dan lain-lain yang telah dijamin tahan api. Jangan tempatkan botol yang berisi cairan mudah terbakar dan mudah menguap (seperti gasoline) pada sinar matahari langsung.
Bahaya kebakaran dapat berakibat lebih hebat, contohnya dietil- dan isopropil- eter bila terkena udara dan sinar matahari dapat membentuk peroksida yang tidak stabil sehingga dapat meledak pada keadaan kering. Eter harus disimpan dalam botol berwarna coklat dan terhindar dari pengaruh cahaya.
Contoh :
·         Karbon disulfide (Cs2) merupakan cairan yang mudah terbakar. Hasil pembakaran tersebut adalah belerang dioksida yang beracun.
·         Cairan lain yang gasnya sangat mudah terbakar adalah : metanol (CH4O), etanol (C2H6O), petroleum (ligroin, kerosen, paraffin), aseton (C3H6O), toluen, xilen, pelarut nafta, ‘white spirit’ dan ester-ester yang dipanaskan.
·         Hidrogen peroksida juga merupakan cairan yang secara spontan terdekomposisi menghasilkan oksigen yang mudah terbakar. Ini terjadi, bila konsentrasi H2O2 diatas 65% w/w dan kontak dengan bahan organik seperti kayu, kotoran, kain dan lain-lain. Ketika menggunakan larutan hydrogen peroksida dengan konsentrasi > 30% w/w harus memakai sarung tangan PVC dan kacamata pelindung. Air bersih harus tersedia untuk mengencerkan peroksida apabila terjadi masalah.
·         Lithium, Natrium dan Kalium adalah logam yang berbahaya karena memiliki sifat reaksi eksothermis dengan resiko mudah terbakar. Jika menggunakan bahan ini, semua bahan yang mudah terbakar haruslah dijauhkan dari sumber api. Adanya gumpalan yang terbentuk dalam larutan, haruslah dipecahkan dengan hati-hati. Eksperimen yang menggunakan bahan tersebut harus dilakukan didalam ruang asam (fume cupboard). Sebaiknya disediakan pemadam kebakaran yang berbentuk bubuk kering (dry powder).
·         Lithium dapat menyala secara spontan bila dalam keadaan kering, oleh karena itu harus dijaga dengan cara menyimpannya dalam paraffin, light petroleum (titik didih 60-80oC) atau minyak nabati.
·         Tertiary butyl lithium mudah terbakar secara spontan dan harus ditangani dengan menggunakan nitrogen. Reaksinya eksothermis dan berisiko tinggi untuk terbakar, oleh karena itu singkirkan semua larutan yang mudah terbakar kecuali yang hendak digunakan dan siapkan pemadam kebakaran berupa bubuk kering (dry powder). Pereaksi 2-methyl-2-propanol yang digunakan pada senyawa organolitium, harus tetap berada dalam bentuk cairan, jangan sampai menjadi padat.

b)      Bahan Pengoksidasi
Bahan-bahan pengoksidasi dapat menimbulkan reaksi eksotermis yang sangat tinggi jika kontak langsung dengan bahan lain,khususnya dengan bahan yang mudah terbakar.Ada dua kelompok pengoksidasi yaitu anorganik dan organic.Bahan pengoksidasi anorganik hanya menimbulkan bahaya api atau juga kebakaran.Akan tetapi karena kemampuannya bergabung dengan oksigen dan juga tidak tahan panas, maka bahan-bahan tersebut bahayanya semakin tinggi pada suhu tinggi.Reaksi dahsyat dapat terjadi jika bahan dicampurkan atau terkontaminasi oleh bahan yang mudah terbakar, seperti ; kayu, kertas, serbuk logam dan belerang,Dalam kondisi biasa campuran ini harus disimpan pada lemari atau rak-rak yang tidak mudah terbakar, seperti besi, tembok.Simpan dalam jumlah minuman dan simpan pula pada wadah aslinya jangan sampai terkontaminasi.
            Bahan organik pengoksidasi sering menimbulkan ledakan dahsyat, terutama peroksida.Untuk laboratorium SMU/SLTP sebaiknya tidak usah disediakan bahan seperti, Chlorat, Pechlorat, Bromat, Peroksida, Asam Nitrat, Kalium Nitrat, Kalium Permanganat, Bromin, Khlorin, Flourin, dan Iodin yang mudah bereaksi dengan Oksigen yang dalam kondisi tertentu sehingga dapat dikelompokan menjadi bahan pengoksidasi

c)      Bahan Mudah Meledak

Banyakreaksi eksoterm antara gas-gas dan serbu zat-zat padat yang dapat meledak dengan dahsyat.Kecepatan reaksi zat-zat itu sangat tergantung pada komposisi dan bentuk dari campurannya.Kombinasi zat-zat yang sering meledak dilaboratorium pada waktu melaksanakan percobaan, misalnya :

No
Zat……….meledak jika              Bercampur dengan zat
1
Natrium (Na), kalium (K)
Air
2
Amonium nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn)
air
3
Kalium nitrat (KNO3)
Natrium asetat (CH3COONa)
4
Nitrat
ester
5
Peroksida
Magnesium (Mg),seng (Zn) atau alumunium (Al)
6
Kalium
asamsulfat

d)     Bahan Radioaktif
Zat ini merupakan atom tidak stabil yang berasal dari alam maupun hasil aktivasi di dalam reaktor. Zat radioaktif akan mengalami transformasi spontan menjadi atom yang lebih stabil.Proses ini selalu disertai dengan pemancaran radiasi dan disebut peluruhan radioaktif (radioactive decay).Radiasi dipancarkan dapat berbentuk partikel bermuatan (partikel alfa, beta) atau gelombang elektromagnetik (sinar gama).
Semua radioaktivitas yang berlaku saat ini adalah Becquerel (Bq) yang didefinisikan sebagai inti per detik. Satu Curie (Ci) = 3,7 x 1010 disintegrasi /detik (Bq).Untuk system biologi seperti tubuh manusia, dosis radiasi yang diserap dinyatakan dengan dosis ekuivalen (satuannya Sievert = Sv).Besarnya dosis ekuivalen yang diterima oleh seorang laboran yang berdiri dekat sumber radiasi, bergantung pada radioaktivitas sumber, jarak dari sumber , dan lamanya berdiri dekat sumber.
Efek radiasi pada manusia dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang bersifat akut maupun kronik.Paparan radiasi yang relative tinggi juga dapat menimbulkan kanker dan jika radiasi merusak sel benih dapat menyebabkan cacat bawaan.Dampak radiasi tergantung kepada lamanya waktu radiasi dan intensitas dosis yang digunakan. Radiasi dapat merusak sel hidup, dalam dosis tinggi juga bias menimbulkan kebakaran dan kematian, serta dampak radiasi bersifat permanen.Oleh karena berbahaya radiasi dapat terjadi sekalipun persediaan bahan radioaktif tersedia sedikit di laboratorium, maka perlu dipertimbangkan akan bahaya yang ditimbulkannya serta cara untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya tersebut.
Contoh bahan radioaktif adalah :
-          Uranium (U)
-          Radium (Ra)
-          Karbon Kobalt
-          Polonium
-          Fosforus
e)      Bahan Korosif
Bahan kimia korosif merupakan bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh. Zat korosif dapat bereaksi dengan jaringan seperti kulit, mata, saluran pernapasan. Kerusakan yang ditimbulkan oleh zat korosif misalnya luka, peradangan, iritasi , dan sinsitasi ( jaringan amat peka terhadap bahan kimia). Beberapa bahan kimia korosif dapat menguap dan beberapa lainnya bereaksi hebat dengan uap air.
Penyimpanan Bahan Kimia Korosif
Harus disimpan diruangan yang sejuk dan ada peredaran hawa yang cukup untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap. Kemasan dari bahan ini harus tertutup(mencegah penguapan) dan terpasang label ( agar dapat diketahui bahwa itu korosif, sehingga orang menjadi hati - hati). Semua logam yang berada didekatnya harus dicat ( mencegah kerusakan pada logam karena sifatnya yang korosif ) , tempat harus terpisah dengan yang lain (dinding dan lantai tahan korosi) , bangunan memilki saluran pembuangan untuk tumpahan, memiliki ventilasi ruangan yang baik, memiliki saluaran air untuk pertolongan pertama yang terkena bahan ini.
Contoh Bahan Korosif:
- Asam Asetat (C2H4O2)
- Asam Klorida (Hcl)
- Asam Nitrat (HNO3)
- Asam Sulfat (H2SO4)
- Asam Sitrat (C6H8O7)
- Fenol (C6H6O)
- Kalium Hidroksida (Ca(OH)2)
- Natrium Hidroksida (NaOH)
- Amonium Hidroksida (NH4OH)

f)       Bahan Beracun
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ‘toxic’ dapat menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada konsentrasi sangat tinggi jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion), atau kontak dengan kulit.
Suatu bahan dikategorikan beracun jika memenuhi kriteria berikut:
LD50 oral (tikus)         25 – 200 mg/kg berat badan
LD50 dermal (tikus atau kelinci)     50 – 400 mg/kg berat badan
LC50 pulmonary (tikus) untuk aerosol /debu  0,25 – 1 mg/L
LC50 pulmonary (tikus) untuk gas/uap    0,50 – 2 mg/L
Frase-R untuk bahan beracun yaitu R23, R24 dan R25


  • Bahaya  : toksik; berbahaya bagi kesehatan bila terhisap, terteln atau kontak dengan kulit, dan dapat mematikan.
  • Contoh  : arsen triklorida (AsCl3), merkuri klorida (HgCl2)
  • Kemananan : hindari kontak atau masuk dalam tubuh, segera berobat ke dokter bila kemungkinan keracunan.
2). Macam-Macam Larutan
1.      Larutan Indikator

v  Fenolftalein :

Larutkan 1 gram zat padat dalam ¼ liter alcohol (etanol), kemudian jadikan larutan menjai 500 ml dengan menambahkan air. Perubahan warna, tidak berwarna enjadi merah ungu , trayek pH 8,4 – 10,0
v  Jingga metil :

Larutkan 1 gram zat padat dalam 500 ml alcohol 95%. Tambahkan larutan menjadi 1 liter dengan menambahkan air.Perubahan warna : merah menjadi kuning, trayek pH 2,0-4,6
v  Lakmus :

Panaskan 10 gram lakmus dengan 500 ml air selama kurang lebih ½ jam.Biarkan larutan selama 2 jam kemudian saring.Jika perlu warna larutan dibuat ungu dengan menambahkan beberapa tetes asam nitrat encer.Larutan lakmus harus disimpan dalam botol dengan tutup longgar supaya udara dapat masuk.Tanpa udara larutan mudah rusak.
v  Metil merah :

Larutkan 1 gram zat padat dalam 500 ml alcohol 95%. Jadikanlah larutan menjadi 1 liter dengan menambahkan air. Perubahan warna : merah menjadi kuning, trayek pH 4,4 – 6,0

2.      Larutan Fixatif

v  Allen’s Fluid
Air                                           75 ml
Formalin 40%                          15ml
Acetic acid glacial                   10 ml
Asam picric                             1 gr
Asam cromic                           1 gr
Urea                                        1 gr
v  Bouin’s fixatif
Acetic acid                              5 ml
Asam picric                             75 ml
Formalin                                  25 ml
v  Carony’s fliuid
Alkohol absolut                       3 bagian
Chloroform                             1bagian
Acetic acid glacial                   1 bagian
v  FAA (formaldehyd, alcohol dan asam asetat)
Ethyl alkohol 95%                  50 ml
Acetic acid glacial                   10 ml
Formalin 40%                          10 ml
Air                                           40 ml
v  Gates’s fluid
Asam cromic                           0,7 gr
Acetic acid glacial                   0,5 ml
Air                                           100 gr



v  Zenker’s fixatif
Potasium dikromat                  2,5 gr
Air                                           100 ml
Chlorida mercuri                     5 gr
Acetic acid glacial                   5 gr
Sodium sulfat                          1 gr


v  Lavdowsky’s fixatif
Potassium dikromat                5 gr
Air                                           100 ml
Chlorida mercuri                     9,5 gr
Acetic aci glacial                     2 gr
v  Zenker’s fixatif
Air                                           75 ml
Formalin 40%                          5 ml
Acetic acid glacial                   3 gr

3.      Larutan Pewarna

v  Anilin asetat biru :
Satu gram anilin biru dalam 98 ml etanol 50% dengan 1 ml asam asetat glasial
v  Anilin biru :
Satu gram dalam 100 ml etanol 85% (untuk selulosa), 1 gr anilin dalam 20 ml air (untuk pewarna alga dan fungi)
v  Anilin sulfat :
Buatlah larutan pekat dalam air dari anilin sulfat, kemudian tambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat.Kemudian tambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat.Larutan ini merupakan pewarna khusus bagi lignin.
v  Asetocarmin :
Larutkan 1 gr asetocarmin dalam 45 ml asam asetat glacial dengan memanaskan, encerkan dengan air hingga volumenya 100 ml.
v  Anilin asetat biru :
Larutkan  gr eosin dalam 100 ml air. Tambahkan triklorometan sebagai pengawet.Jika eosin yang digunakan tidak larut dalam air, gunakanlah etanol 70% dengan volume yang sama.
v  Floroglusinol :
Larutkan 5 gram floroglusinol dalam 100 ml etanol 70%
v  Hematoksilin Erlich :
Larutkan hematoksilin dalam 20 ml etanol dan tambahkan 20 ml air, 200 ml asam asetat glasial dan kalium alum berlebihan. Masukan dalam botol besar, tutuplah dengan kapas yang longgar. Letkan botol pada tempat yang panas dan kena sinar matahari untuk menjadi masak beberapa minggu lamanya.
v  Metil biru :
Larutkan 1 gr metil biru dalam 100 ml air
v  Metilen biru :
Larutkan 1 gr metil biru dalam 100 ml air dengan 0,5 gr NaCl
v  Sudan III :
Larutan pekat dalam campuran 50/50 etanol 70% dan propanon (aseton)
v  Giemsa :
Zat warna giemsa 1 gram dilarutkan dalam 54 ml larutan gliserin dan aduklah, dipanaskan sampai 600C. Didiamkan selama 2 jam sambil dikocok sewaktu-waktu.Sesudah dingin, ditambahkan 84 ml metil alkohol, lalu disaring.
v  Crystal violet :
Tambahkan 1 gram pewarna ini dalam 100 ml ethyl alkohol 95%. Biarkan kurang lebih2 hari dan saring.
v  Safranin :
Tambahkan 3,41 gr pewarna dalam 100 ml ethyl alkohol 95%. Biarkan kurang lebih 2 hari dan saring.
v  Basic fuchsin :
Campurkan borax 4 gr dalam100 ml air suling, tambahkan carmine 3 gr, dan didihkan kurang lebih 30 menit, sesudah larutan dingin cairkan dengan 100 ml alkohol 70% , biarkan beberapa hari dan saring.
v  Carbol fuchsin :
Basic fuchsin 1gr, ditambah dengan alkohol 10 ml, campurkan dengan phenol 5 gr dan air suling 100 ml.
v  Conklin’s hematoxilin :
Haris hematoxilin 1 bagian dengan air 4 bagian, tambahkan 1 tetes Kleinenberg picrosulfuric untuk tiap ml larutan.


v  Delafield’s hematoxilin
Larutan 4 gr hematoxilin dalam 2 ml alkohol absolut, tambahkan 400 ml ammonium alum, jatuhkan dari tempat terang untuk beberapa hari, sumbat dengan kapas dan saring.Kemudian tambahkan metyl alkohol 100 ml , lalu gliserin 100 ml.Biarkan dengan suhu kamar selama 2 bulan, simpan dengan baik dan disumbat.
v  Harris hematoxilin :
Hematoxilin 1 gr dengan alkohol 10 ml dicampur.Siapkan ; potassium alum 20 gr dan air suling 200 ml dipanaskan. Kemudian campurkan dan masukan dalam botol, tambahkan 0,5 gr mercuri oxida, simpan ditempat yang aman.
v  Wright :
Bubuk pulasan wright 0,9 gr dengan metil alkohol 500 ml dicampurkan.Langkahnya dengan bubuk wright diletakan dalam mortil, sambil mengaduk ditambahkan metil alkohol sedikit demi sedikit sampai zat warna larut.Metil alkohol ditambahkan sampai seluruhnya 500 ml terpakai.Larutan pulasan wright dimasukan dalam kedalam botol dan ditutup rapat-rapat.Tiap hari botolnya dikocok selama paling sedikit 5 hari.Untuk pemulasan dipakai larutan yang bekas endapan, bila kotor harus disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan endapan.




By :
Free Blog Templates